Negeri Kebatinan

Tersenyum dibalik penderitaan. Penderitaan yg tak mampu diungkapkan. Cukup hati yg merasakan. Lalu perlahan waktu mampu membuat semuanya seakan terlupakan. Karna kepalsuan gelak tawa.

Yaa, kepalsuan gelak tawalah yg dengan mantranya mampu menyihir mata setiap org yg melihatnya, pun menyihir telinga setiap org yg mendengarnya. Mendatangkan aroma bahagia yg jauh dari kata derita. Hingga orang2 tidak menyadari dan tidak melihat bahwa sebenarnya pundakmu menanggung beban yg berat. Sangat berat. Dan hatimu rapuh. Sangat rapuh. Hanya saja mulutmu tak mampu berucap, seolah terkunci atau mungkin km sengaja menguncinya dgn senyum manismu?

Kenapa tidak kamu katakan saja bahwa saat itu hatimu sedang terluka dan kamu jg sedang menanggung beban masalah yg maha dahsyat? Kenapa tidak kamu katakan???

Oh aku lupa, aku lupa kalau saat ini kamu tinggal di Negri Kebatinan. Dimana setiap penduduknya tidak akan menceritakan masalah yg sedang ia tanggung. Hanya bisa mengurungnya dalam ruang batin. Bahkan untuk meminta solusipun segan dengan dalih "tidak ingin merepotkan" atau "berfikir setiap org punya masalah, dan kamu tdk ingin menambah masalah dengan menceritakan masalahmu kpd mereka" atau juga dengan "berfikir bahwa masalah/ derita km itu hal sepele, tanpa harus diceritakanpun km mampu menyelesaikannya" atau mungkin dalih " hanya ingin melihat org2 disekitarmu bahagia, tidak ingin melihat mereka bersedih" dan dalih yg terakhir "kamu memendam masalah/ derita kamu karna berfikir kalau km menceritakannya berarti km mengumbar aibmu sendiri" begitu?

Entahlah, yg jelas saat itu pasti batinmu menggeliat seolah ingin melepaskan diri dari rantai yg sedang mengikatnya, lalu berteriak dengan sangat kencang. Saking kencangnya mungkin mampu merubuhkan dinding hati. Benar begitu? Ah, jangankan dinding hati, tubuhmu yg kekar, yg katanya berlabel otot baja tulang besi pun bisa tumbang jika urusannya dgn hati atau perasaan.

Bagi penduduk Negri Kebatinan, semakin ia tertawa lepas, justru semakin besar masalah dan derita yg sedang ia tutupi. Ah, rasanya pasti sakit, pasti lelah, pasti berat jika harus berpura2 bahagia diatas semua permasalahan yg ada.

Tapi itulah tabi'at mereka yg hidup di Negri Kebatinan. Hanya mampu memendam masalah dan rasa sakit mereka, berusaha tersenyum diatas derita, berlagak seolah semuanya baik2 saja. Intinya berpura-pura bahagia padahal hatinya merana.

Lalu kapan mereka berhenti berpura- pura bahagia? Bukankah meluapkan isi hati sudah menjadi naluri bagi setiap manusia? Dengan begitu, beban mereka akan sedikit berkurang dan hati merekapun akan merasa sedikit lebih tenang bukan?

Benar sekali. Mereka bukan tidak ingin bercerita, hanya saja mereka tdk ingin membebani org2 yg mereka cintai. Mereka jg bukan orang2 yg mudah percaya, mereka akan berhenti berpura2 bahagia saat mereka bertemu dgn belahan jiwanya. Karna mereka yakin hanya belahan jiwanyalah yg mampu menerima semua kelebihan dan kekurangannya. Tanpa celah dan tanpa terkecuali. Tak peduli seberapa besar masalah yg akan mereka hadapi. Mereka akan selalu bersama. Saling melengkapi satu sama lain. Menjaga satu sama lain dengan penuh ketulusan, cinta dan kasih sayang. Hati mereka menyatu dan tak dapat dipisahkan. Dengan begitu mereka akan merasa tenang dan mandapatkan kebahagiaan yg sebenarnya. Tidak lg berpura2 bahagia.

"dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri2 dari jenismu sendiri, supaya kamu cendrung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yg demikian itu benar2 terdapat tanda2 bagi kaum yg berfikir" (Ar-Rum : 21)


  
Afipahasna~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hey Mantan, Sepertinya Aku Sudah Mulai Terbiasa Tanpamu

Tak Perlu Teriak, Tak Perlu Berontak (part I)

Jika Disakiti, Jangan Balas Dengan Menyakiti